SimphoNy...

Jumat, 12 Maret 2010

Ekstraksi

• Maksud
Maksud dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari teknik pemisahan menggunakan metode ekstraksi.

• Tujuan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah:
1. Mendapatkan kafein dari dalam teh dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut air dan kloroform.
2. Menentukan kadar kafein dalam daun teh.

• Prinsip
Pemisahan kafein dari daun teh dengan ekstraksi menggunakan pelarut air dan kloroform kemudian menentukan kadar kafein dalam daun teh dengan penimbangan crude kafein yang dihasilkan setelah dievaporasi.

• Teori
Partisi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak saling campur menawarkan banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitis. Bahkan dimana tujuan primer bukan analitis namun preparatif, ekstraksi pelarut merupakan langkah penting dalam urutan yang menuju ke suatu produk murni itu dalam laboratorium analitik, biokimia, dan anorganik. Meskipun kadang-kadang peralatan ynag rumit, namun seringkali yang digunakan adalah corong pisah. Seringkali suatu pemisahan ekstraksi pelarut dapat diselesaikan dalam beberapa menit. Teknik ini dapat diterapkan sepanjang jangkauan konsentrasi yang lebar, yang telah digunakan secara meluas untuk isolasi kuantitas yang luar biasa sedikitnya (dari) isotop-isotop bebas pengemban yang diperoleh dengan transmutasi nuklir, demikian pula dengan bahan industri yang diproduksi berton-ton. Pemisahan ekstraksi pelarut biasanya bersih, dalam arti tidak ada analog kopresipitasi dengan sistem semacam itu (Day dan Underwood, 2002).
Mengambil suatu zat terlarut dari dalam larutan air oleh suatu pelarut yang tidak dapat saling campur dengan air disebut ekstraksi (dengan) pelarut. Teknik ini seringkali diterapkan untuk pemisahan. Ekstraksi cairan-cairan merupakan suatu teknik dalam dimana suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang biasanya tak tercampurkan dengan yang disebut pertama, dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut ke dalam pelarut yang ke dua itu. Pemisahan yang dapat dilakukan bersifat sederhana, bersih, cepat dan mudah. Dalam banyak kasus, pemisahan dapat dilakukan dengan mengocok-kocok dalam sebuah corong pemisah selama beberapa menit. Teknik ini dapat diterapkan untuk bahan-bahan dari tingkat runutan maupun yng dalam jumlah banyak (Basset, dkk., 1994).
Ekstraksi dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat zat yang diekstraksi, sebagai khelat atau sistem ion berasosiasi. Namun sekarang, pengklasifikasian berdasarkan proses ekstraksi. Proses ekstraksi pelarut berlangsung dengan tiga tahap, yaitu (Khopkar, 1990):
1. Pembentukan kompleks tak bermuatan yang merupakan golongan ekstraksi
2. Distribusi dari kompleks yang terekstraksi
3. Interaksinya yang mungkin dalam fasa organik.

• Alat dan Bahan
- Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah gelas kimia 50 mL, gelas kimia 100 mL, gelas kimia 250 mL, Erlenmeyer 250 mL, corong, sendok tanduk, batang pengaduk, corong pisah, pemanas listrik, cawan porselin, neraca analitik, gelas ukur 10 mL, dan pipet volume 25 mL.
- Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah daun teh kering, CaCO3, kloroform, akuades, kertas saring, dan tissue rol.

• Bagan Kerja






DAFTAR PUSTAKA

Basset, J., Denney, R. C., Jeffery, G. H. Dan Medham, J., 1994, Kimia Analisis Kualitatif Anorganik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Day, R.A & Underwood, A.L., 2001, Analisis Kimia Kuantitatif, Eralangga, Jakarta.

Khopkar, S. M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press, Jakarta.

Label:

Tanaman hiperakumulator?

Ada beberapa kriteria agar tanaman dapat disebut sebagai suatu hiperakumulator, misalnya tanaman yang mampu mentranslokasikan unsur (baik tunggal ataupun berbagai macam unsur) ke pucuk tanaman lebih tinggi dari translokasi yang terjadi di akar, sehingga tanaman yang hanya dapat beradaptasi baik pada tanah-tanah tercemar tidak tergolong tanaman hiperakumulator, karena tidak adanya kemampuan tanaman ini mentranslokasikan serapan unsur ke pucuk tanaman.
Tanaman hiperakumulator harus mampu mentranslokasikan unsur-unsur tertentu tersebut dengan konsentrasi sangat tinggi ke pucuk dan tanpa membuat tanaman tumbuh dengan tidak normal dalam arti kata tidak kerdil dan tidak mengalami fitotoksisitas.
Tanaman juga dikriteriakan sebagai hiperakumulator jika nilai bioakumulasi unsur tersebut adalah lebih besar dari nilai 1, di mana "nilai bioakumulasi" dihitung dari konsentrasi unsur tersebut di pucuk (shoot concentration) di bagi konsentrasi unsur di dalam tanah (defined as shoot concentration/total soil concentration).
Tanaman, misalnya, dapat dikatakan hiperakumulator Mn, Zn, Ni jika mampu menyerap lebih dari 10.000 ppm unsur- unsur tersebut, lebih dari 1.000 ppm untuk Cu dan Se, dan harus lebih dari 100 ppm untuk Cd, Cr, Pb, dan Co.
Unsur apa saja yang bisa diserap oleh tanaman hiperakumulator?
Tanaman hiperakumulator yang telah ditemukan hingga saat ini mencakup sekitar 400 spesies bukan hanya mampu membersihkan metal (logam), nonlogam, metaloid, tetapi juga senyawa organik.



Boron termasuk unsur yang bisa diserap dengan baik oleh beberapa spesies tanaman, misalnya, bunga matahari (Helianthus annuus). Tanaman bunga matahari bukan hanya mampu mentranslokasikan Boron, tetapi juga menyerap timah (Pb) sangat tinggi.


Tanaman palma-palma-an dan juga Thlaspi sp umumnya adalah hiperakumulator Cl, Mg, dan juga K yang bagus. Tanaman Halophytes adalah akumulator sodium (Na) yang baik contohnya, misalnya, Hordeum vulgare. Tanaman yang mampu menyerap logam dan juga metaloid umumnya berada dalam spesies Brassicaceae, Asteraceae dan Pteridaceae, dan lain-lain. Beberapa contoh tanaman lain yang mampu menyerap logam, nonmetal, metaloid, dan senyawa organik yang sering digunakan dalam proyek fitoremediasi:

• Zink (Zn) dan Kadmium (Cd) oleh Thlaspi caerulescens (mampu menyerap 20.000 ppm Zn dan di atas 300 ppm Cd).
• Nikel (Ni) oleh Alyssum sp dan Berkheya sp ataupun Sebertia acuminata mampu menyerap nikel (Ni) hingga lebih dari 2 persen dari biomassa keringnya, sehingga proyek pengembangan pertambangan nikel dengan metode fitoremediasi sedang dikembangkan besar-besaran (termasuk satu proyek besar di Indonesia yang sedang berlangsung).



• Sulfate oleh Brassicacea sp.
• Emas (Au) oleh Brassica sp, proyek fitomining (menambang emas melalui tanaman) untuk emas terbesar adalah di New Zealand.
• Selenium (Se) oleh Brassica juncea hingga lebih dari 1.000 ppm.
• Arsenik (As) oleh Pteris vittata dan Pityrogramma calomelanos yang mampu menyerap lebih dari 10.000 ppm As di pucuk tanaman.
• Mercuri (Hg) oleh Pteris vittata dan transgenik Nicotiana tabacum dan Liriodendron tulipifera.
• Thallium oleh Brassica oleracea acephala dan Iberi intermediate.
• Senyawa organik (petroleum hydrocarbons, PCBs, PAHs, TCE juga TNT) misal oleh Thlaspi caerulescens, Alyssum murale, Oryza sativa, dan lain-lain.
• Dioxin oleh genus Curcubita (misalnya pumpkin dan zuchini).

Di mana tanaman ini bisa didapatkan?
Sebagian besar tanaman hiperakumulator adalah tersedia oleh alam sendiri (nature hyperaccumulation plant) ataupun bisa juga menggunakan rekayasa genetik (transgenic plant).
Tanaman transgenik menjadi harapan karena bisa meningkatkan kemampuan "native plant" untuk menyerap lebih tinggi ataupun mampu menciptakan tanaman yang secara agronomi cocok dan mampu, misalnya, tumbuh pada lokasi yang sangat anaerob tetapi tanaman tersebut tidak memiliki potensi menyerap kontaminan, sehingga bisa direkayasa secara genetik untuk menjadi mampu menyerap kontaminan.
Contoh dalam fitoremediasi mercuri oleh tanaman Nicotiana tabacum (tembakau) yang saat ini dipakai adalah hasil bioteknologi, di mana gen MerA dan MerB diisolasi dari bakteri gram negatif (mercuric reductase bacterial) yang mampu mengkonversi metil mercuri menjadi Hg2+ dan kemudian menjadi Hg0 (elemental mercury) kemudian di ekspresikan pada tanaman (padi, kapas, tembakau, poplar, dan lain-lain).
Hasil akhirnya adalah tanaman transgenik yang mampu membersihkan Hg2+ ataupun metilmercuri dengan cara tanaman menyerap Hg2+ ataupun metilmercuri kemudian oleh di pucuk tanaman dilepaskan sebagai Hg0 (elemental mercury) ke udara (phytovolatilization).
Apakah di Indonesia ada tanaman hiperakumulator (indigenous/native hyperaccumulator)? Yang pastinya ada, tetapi di journal internasional (nasional?) belum pernah ada publikasi oleh pihak Indonesia.
Klaim adanya tanaman yang mampu beradaptasi baik terhadap pencemaran sering di dengungkan, tetapi klaim terhadap tanaman asal Indonesia yang mampu menyerap beribu- ribu ppm pencemaran masih tidak kedengaran dengungnya, apalagi yang telah dipatenkan.
Yang sangat ngotot dan cepat majunya dalam bidang fitoremediasi ini dan telah mematenkan banyak tanaman hiperakumulator misalnya oleh Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Inggris, dan Australia.
Faktor apa yang mendukung kesuksesan fitoremediasi di lapangan?
Minimal ada dua faktor utama untuk membuat fitoremediasi bisa sukses di lapangan, yaitu:
• Adanya ketersediaan tanaman hiperakumulator yang cocok.
• Adanya kerja sama yang baik antarbidang ilmu lain, misal ilmu tanah (kimia dan biologi tanah/soil scientist and microbiologist) karena pentingnya pemahaman peranan mikrobiologi dalam memobilisasi unsur dan pemahaman jenis pool-pool unsur yang ada di dalam tanah.
Kemampuan dan pengetahuan yang tinggi mengenai rhizosfir, agronomi/fisiologi tanaman, hidrologi tanah, dan bioteknologi, juga sangat diperlukan.
Keuntungan apa yang dapat diberikan oleh tanaman hiperakumulator ini selain hanya menyerap kontaminan?
Selain pencemaran yang mampu diangkut oleh tanaman ini, tanah secara signifikan juga akan mengalami perbaikan bukan hanya karena berkurangnya pencemaran tetapi juga akibat adanya aktivitas akar, tanah secara otomatis menjadi lebih subur kembali karena akar tanaman meregulasikan dirinya mengeluarkan asam-asam organik yang mampu meningkatkan kesuburan kimia, fisika, dan juga biologi tanah.
Pembersihan pencemaran pada tanah hendaknya dilakukan bukan semata-mata untuk perbaikan mutu tanah bagi pertanian saja, tetapi juga yang tak kalah pentingnya pembersihan pencemaran ini sangat penting bagi permukiman masyarakat yang sehat. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah tidak sulit menanam tanaman hiperakumulator pada tanah-tanah tercemar? Alam dan sumber daya alam telah diatur sedemikian rupa oleh sang Pencipta, tanaman hiperakumulator yang sukses digunakan dalam proyek pembersihan pencemaran umumnya adalah secara agronomi masuk dalam kriteria tanaman yang syarat tumbuhnya tidak membutuhkan nutrisi tinggi dan tidak rewel. Jadi tunggu apalagi?
Setelah di remediasi dengan tanaman, tanamannya mau di kemanakan?
Apakah setelah tanaman dipanen terus dibuang (dikubur) kembali? Tentunya tidak, karena pembuangan (penumpukan) hanya akan menyebabkan berpindahnya kontaminan (terjadi pencemaran baru).
Tanaman yang mampu menyerap konsentrasi unsur dengan sangat tinggi dan bernilai ekonomi seperti emas (Au) dan nikel (Ni) bisa digunakan untuk pertambangan (phytomining), Zn misalnya untuk diisolasikan sebagai suplemen kesehatan.
Jika logam, nonlogam metaloid dan senyawa organik yang diserap tapi tidak memiliki nilai ekonomi yang baik, tetap bisa dibakar untuk menghasilkan energi dan diisolasi unsurnya secara murni lagi (Na, Cl, Cd, Co, Cr, dan lain-lain). Sehingga pembersihan pencemaran bukan memindahkan pencemaran itu (excavation and reburial a toxic landfill) tetapi mengangkut (phytoextraction) pencemaran itu secara nyata.
Kesuksesan penanggulangan pencemaran tanah, air, dan udara hendaknya tidak dipandang dan dilaksanakan hanya melalui satu bidang ilmu kajian saja. Kerja sama yang baik dari beberapa bidang ilmu dan juga metode akan mengefektifkan pembersihan pencemaran, sehingga pembersihan bisa dilakukan dengan akurat dan tidak perlu diulang pada masa-masa mendatang (once execution method).
Aiyen, Dr. Sc. Agr Peneliti Fitoremediasi Dosen pada Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu

Label:

BHOLIMO KARO SOMANAMO LIPU FALSAFAH HIDUP KESULTANAN BUTON



Falsafah hidup Kesultanan Buton ini lahir pada akhir abad ke-16 M, Di masa pemerintahan Sultan La Elangi Dayanu Ikhsanuddin (1578-1615 M).
Sultan Buton ke-4, La Elangi Dayanu Ikhsanuddin, yang telah sukses membuat UUD Kesultanan Buton yaitu Martabat Tujuh beserta peraturan-peraturan pemerintah lainnya yaitu Istiadatul-Azali, Mahafani dan Farait, sekaligus berhasil membawa negerinya ke tingkat kehidupan politik, sosial dan budaya yang lebih maju dan berkembang. Perkembangan selanjutnya adalah timbulnya semangat nasionalisme dan patriotism yang merangsang memenuhi seluruh jiwa raga tiap kesatria negeri dan kalangan rakyat. Dalam situasi dan kondisi demikian, merebaklah semangat cinta tanah air (lipu), agama dan bangsa. Puncak dari semua itu, lahirlah falsafah hidup Kesultanan Buton yang ke-2, terdiri atas 5 (lima) dasar keyakinan dan disusun dengan urut-urutan kepentingan sebagai berikut:
1. Agama (Islam)
2. Sara (pemerintah)
3. Lipu (Negara)
4. Karo (diri pribadi rakyat)
5. Arataa (harta benda)

Falsafah hidup Kesultanan Buton ke-2 ini menempatkan agama (Islam) pada posisi puncak tertinggi. Ini berarti bahwa agama Islam merupakan satu-satunya sumber hukumtertinggi dalam menyusun sila-sila berikutnya yaitu: tata pemerintahan (sara), mengelola negara (lipu), mengatur kehidupan dan kepentingan orang banyak (karo) dan pengurusan harta benda (arataa). Semuanya itu wajib dilaksanakan sesuai kaidah-kaidah agama Islam.
Untuk memahami makna yang terkandung dari urut-urutan kepentingan tersebut adalah dengan memulainya dari kepentingan terendah (arataa) sampai kepentingan tertinggi (agama, Islam), yaitu:
1. Amadaki-amadakimo arataa Solana bholi o karo
2. Amadaki-amadakimo karo Solana bholi o lipu
3. Amadaki-amadakimo lipu solana bholi o sara
4. Amadaki-amadakimo sara solana bholi o agama

Artinya:

1. Biarlah rusak harta benda, asal jangan rusak diri (pribadi/rakyat).
2. Biarlah rusak diri (pribadi/rakyat), asal jangan rusak negara.
3. Biarlah rusak negara, asal jangan rusak pemerintah.
4. Biarlah rusak pemerintah, asal jangan rusak agama.

Falsafah hidup tersebut di atas telah menjadi konsensus pemerintah Kesultanan bersama seluruh rakyat, ditempatkan menjelang penutup Undan-Undang Dasat Kesultanan Buton (Martabat Tujuh). Namun, dalam sejarah perkembangannya, istilah-istilah tersebut telah mengalami perobahan sebagai berikut:
1. Yinda-yindamo arataa somanamo karo
2. Yinda-yindamo karo somanamo lipu
3. Yinda-yindamo lipu somanamo sara
4. Yinda-yindamo sara somanamo agama
Yinda-yindamo. Dalam terjemahan bebasnya adalah “biarlah hilang sama sekali”. Sesungguhnya menegaskan ungkapan positifisme dan sifat ksatria sejati, yaitu: rela membuang atau mengorbankan seluruh kepentingan diri sendiri demi untuk kepentingan umum atau kepentingan yang lebih tinggi.
Dan dalam perkembangan selanjutnya, istilah yinda-yindamo itu berubah pula dan dipersingkat dengan bholimo, hingga menjadilah:
1. Bholimo arataa somanamo karo
2. Bholimo karo somanamo lipu
3. Bholimo lipu somanamo sara
4. Bholimo sara somanamo agama.
Perlu dikemukakan bahwa perubahan istilah asli yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Martabat Tujuh, yaitu amadaki-amadakimo kemudian menjadi yinda-yindamo dan terakhir menjadi bholimo dan istilah solana bholi berubah menjadi somanamo, penulis belum mendapatkan data akurat kapan mulainya perubahan itu. Menurut dugaan penulis, kemungkinan itu disebabkan perubahan gerak maju dari pola piker masyarakat yang menghendaki serba singkat dan serba cepat. Atau pengaruh bahasa sehari-hari yang lebih populer dalam masyarakat dan tanpa disadari sudah meghilangkan bahasa aslinya sebagai bahasa baku.
Versi lain mengatakan bahwa yinda-yidamo itu sudah dikumandangkan sejak zaman Sultan Murhum Kaimuddin dalam menghadapi serangan pasukan Sultan Ternate, Baabullah, dan seranagn pasukan VOC (Belanda) di wialyah Kulisusu.
A.M. Zahari dalam bukunya Sejarah dan Adat Fiy Darul Butuni jilid 1 halaman 54, mengartikan bholimo dengan “tiada perlu”. Menurut hemat penulis, arti yang lebih tepat dari bholimo itu adalah “tidak usahlah”, tetapi hakikatnya identik dengan “tiada perlu”. Namun, bila diselami lebih mendalam makna positif yang heroismedan patriotisme dalam ungkapan sila-sila tersebut, penulis berpendapat bahwa istilah bholimo lebih tepat diberi pengertian “korbankanlah”. Yaitu: “korbankanlah kepentingan …….”.
Berdasarkan pengertian itu, penjelasan urut-urutan kepentingan ke-5 sila tersebut, adalah:
1. Bholimo arataa somanamo karo, artinya: Korbankanlah kepentingan harta benda asalkan diri (pribadi/rakyat) selamat.
Dalam keadaan normal, setiap harta benda (arataa) baik yang dimiliki masing –masing anggota masyarakat maupun negara wajib dilindungi dan dijaga keselamatannya. Tetapi, apabila kepentingan yang lebih tinggi yaitu karo (diri pribadi/rakyat) terancam keselamatannya, maka harta benda, baik milik perorangan maupun milik masyarakat atau negara wajib dikorbankan untuk menyelamatkan kepentingan yang lebih timggi, yaitu diri (pribadi/rakyat). Contoh:
• Pembangunan Benteng Keraton Buton telah mengorbankan banyak harta benda dan yenaga rakyat, demi untuk melindungi kepentingan yang lebih tinggi, yaitu keselamatan rakyat, negara, pemerintah dan agama.

2. Bholimo Karo Somanamo Lipu, artinya: Korbankanlah kepentingan diri (pribadi/rakyat) atau karo, asalkan lipu (negara) slamat.
Dalam keadaan normal, setiap individu-rakyat (karo) wajib dilindungi kepentingan dan keselamatannya. Tetapi bila kepentingan yang lebih tinggi yaitu negara (lipu) terancam keselamatannya, maka kepentingan individu-rakyat (karo) dikorbankan untuk menyelamatkan kepentingan yang lebih tinggi, yaitu negara (lipu). Contoh:
• Apabila negara dalam keadaan terancam keselamatannya, umpamanya diserang musuh, baik dari dalam maupun luar, maka rakyat (karo) wajib siap berperang mengorbankan jiwa raganya demi menyelamatkan keutuhan dan kehormatan negaranya (lipu).

3. Bholimo lipu somanamo sara, artinya: Korbankanlah kepentingan negara (lipu) asalkan pemerintah (sara) selamat.
Dalam keadaan normal, seluruh wilayah negara (lipu) wajib dipelihara dan dijaga keutuhan dan keselamatannya. Tetapi bila kepentingan pemerintah (sara) terancam keselamatannya, umpamanya karena terjadi peperangan dan ternyata kekuatan musuh terlalu besar, maka bagian-bagian wilayah negara (lipu) boleh ditinggalkan untuk dikuasai musuh. Dalam situasi demikian, yang wajib diselamatkan adalah kepentingan sara (pemerintah) yang berada di dalam Benteng Keraton Buton, karena selama sara (pemerintah) masih ada, berarti negara belum ditaklukkan. Untuk mempertahankan keselamatan pemerintah, semua kekuatan pasukan seluruh medan pertempuran ditarik ke pusat pertahanan terakhir, yaitu dalam Benteng Keraton Buton. Dari sanalah diatur siasat baru seperti melakukan perang gerilya atau meminta bantuan dari negara sahabat untuk merebut kembali eilayah-wilayah yang ditinggalkan tadi.
Sila ketiga filsafah kesultanan Buton ini, nampaknya tetap berlaku di zaman modern ini. Bahkan pernah dipraktekkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan di bawah pimpinan Soekarno-Hatta. Ketika Kota Jakartasebagai ibukota Republik Indonesia tak dapat lagi dipertahankan dan keselamatan pemerintah pusat dalam kondisi sangat rawan, maka Jakarta ditinggalkan dan dibiarkan diduduki dan dikuasai Belanda sepenuhnya. Pemerintah RI berhijrah ke Yogyakarta. Dan pada saat Yogyakarta diduduki lagi oleh Belanda dalam tahun 1947 dan Presiden beserta Wakil Presiden ditawan dan diasingkan ke Bangka, Bung Karno segera mendelegasikan jabatan Presiden Indonesia kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara yang ketika itu sementara bereda di Bukit Tinggi, Sumatera Barat.
Dengan taktik diplomatic demikian, maka pemerintah de facto RI tetap ada dan Belanda hanya menagkap dan mengasingkan pribadi/fisik Soekarno dan Hatta saja. Sementara itu perang gerilya terus digencarkan, bersamaan dengan kegiatan bidang diplomatic. Wilayah demi wilayah kembali dikuasai tentara pejuang kemerdekaan RI. Dan kemajuan bidang diplomatic mencapai puncaknya dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag negeri Belanda, yang menghasilkan pengakuan Kemerdekaan Negara RI oleh pemerintah Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.

4. Bholimo Sara Somanamo Agama, artinya: Korbankanlah kepentingan sara atau pemerintah asalkan agama selamat. Atau, biarlah kepentingan sara dikorbankan demi menyelamatkan agama Allah (Islam).
Di sinilah titik puncak tertinggi dari falsafah hidup Kesultanan Buton ke-2 ini. Betapa pentingnya unsure pemerintah disamping unsure-unsur wilayah (lipu) dan rakyat (karo). Walaupun demikian, apabila pemerintah, seseorang atau bersama-sama diiketahui telah melakukan suatu perbuatan yang melanggar hokum, lebih-lebih hokum agama, maka kepada mereka itu wajib dikorbankan/dihukum demi menyelamatkan agama Allah (Islam).
Dalam sejarah pemerintahan Kesultanan Buton , hal ini dapat disaksikan atas diri Sultan Buton ke-8, La Cila Maradan Ali (Gogoli yi Liwoto), karena tingkah lakunya yang bertententangan bahkan akan merusak sendi-sendi agama Islam. Beliau dipecat dari jabatannya sebagai Sultan dan dijatuhi hukuman mati (diGologi) denagn jalan lehernya dililitkan tali kemudian kedua ujung tali itu ditarik ke kiri dank e kanan hingga wafat. Pelaksanaan hukuman mati ini di Liwuto Makasu (Pulau Makassar) yang berhadapan dengan kota Bau-Bau.
Di sinilah kita menyaksikan bagaimana pemerintah kesultanan Buton secara konsisten, melaksanakan hokum yang mereka telah terapkan sendiri tanpa pandang bulu. Seorang Sultan pun bila telah melanggar peraturan yang berlaku wajib dihukum sesuai beratnya pelanggaran yang diperbuatnya. Mereka sangat teguh keyakinan dari pendiriannya bahwa melindungi seseorang dari ancaman hukuman berarti membiarkan berlangsungnya pelecehan hukum. Dan hal itu akan melahirkan keresahan dalam masyarakat (karo) dan merupakan awal kebinasaan negeri (lipu).

Adalah sangat menarik untuk disimak dan diteliti bahwa falsafah hidup Kesultanan Buton ke-2 ini, baik isi maupun urutan susunan sila-silanya identik dengan Pancasila Republik Indonesia. Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, Bung Karno, sebagai negarawan telah berhasil melahirkan bayi Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945 pernah berucap bahwa beliau bukanlah pencipta Pancasila. Karena sesungguhnya Pancasila itu sudah lama berada di bumi Indonesia dan beliau hanya menggali, menemukan, dan menyusunnya seperti yang kita lihat sekarang ini. Apakah Pancasila yang dimaksud Bung Karno itu adalah falsafah hidup Kesultanan Buton II yang telah dikandung Bumi Buton kemudian dilahi rkan dilahirkan abad ke-16 m, 410 tahun yang lalu? Hal ini tentunya memerlukan penelitian para ilmuan Indonesia.

Bandingkan:
Falsafah Hidup Kesultanan Buton II
(Akhir abad ke-16) Pancasila Republik Indonesia
(Tahun 1945 M)
1. Agama (Islam) 1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Sara (Pemerintah Yang Adil dan Beradab) 2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Lipu (Negara Yang Utuh dan Bersatu) 3. Persatuan Indonesia
4. Karo (Diri/Pribadi-Rakyat) 4. Kerakyatan Yag Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Arataa (Harta benda harus dilindungi dan berguna bagi keprntinagn umum) 5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rkyat Indonesia

Sebagai penutup dari uraian singkat ini, perlu perlu dikemukakan bahwa filsafah hidup Kesultanan Buton tersebut sampai sekarang ini oleh masyarakat Wolio-Buton masih tetap dijadikannya sebagai landasan moral dan tingkah laku mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dan di zaman negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, falsafah hidup Kesultanan Buton itu tentu merupakan kekayaan Khazanah Budaya Bangsa yang tak ternilai hargannya.

Label:

Rabu, 03 Maret 2010

Turbidimetri

Maksud
Maksud dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara penentuan suatu zat dengan menggunakan turbidimetri.

Tujuan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk menentukan kadar klor dalam sampel minuman Vitazone berdasarkan metode turbidimetri.

Prinsip Percobaan
Penentuan kadar klor dalam sampel minuman Vitazone berdasarkan hamburan sinar oleh partikel-partikel klor yang tersuspensi dengan penambahan AgNO3 dengan menggunakan alat turbidimeter.

Teori
Beberapa senyawaan yang tak-dapat-larut, dalam jumlah-jumlah sedikit, dapat disiapkan dalam keadaan agregasi sedemikian sehingga diperoleh suspensi yang sedang-sedang stabilnya. Sifat-sifat dari suspensi akan berbeda-beda menurut konsentrasi fase terdispersinya. Bila cahaya dilewatkan melalui suspensi tersebut, sebagian dari energi radiasi yang jatuh dihamburkan dengan penyerapan, pemantulan, pembiasan, sementara sisanya ditransmisi (diteruskan). Pengukuran intensitas cahaya yang ditransmisi sebagai fungsi dari konsentrasi fase terdispersi adalah dasar dari analisis turbidimetri. Dalam membuat kurva kalibrasi dianjurkan dalam penerapan turbidimetri karena hubungan antara sifat-sifat optis suspensi dan konsentrasi fase terdispersinya paling jauh adalah semi empiris. Agar kekeruhan (turbidity) itu dapat diulang penyiapannya haruslah seseksama mungkin, endapan harus sangat halus. Intensitas cahaya bergantung pada banyaknya dan ukuran partikel dalam suspensi sehingga aplikasi analitik dapat dimungkinkan (Basset, dkk., 1994).
Prinsip spektroskopi absorbsi dapat digunakan pada turbidimeter, dan nefelometer. Untuk turbidimeter, absorpsi akibat partikel yang tersuspensi diukur sedangkan pada nefelometer, hamburan cahaya oleh suspensilah yang diukur. Meskipun presisi metode ini tidak tinggi tetapi mempunyai kegunaan praktis, sedang akurasi pengukuran tergantung pada ukuran dan bentuk partikel. Setiap instrument spektroskopi absorpsi dapat digunakan untuk turbidimeter, sedangkan nefelometer memerlukan resptor pada sudut 90oC terhadap lintasan cahaya. Metode nefelometer kurang sering digunakan pada analisis anorganik. Pada konsentrasi lebih tinggi, absorpsi bervariasi secara linear terhadap konsentrasi, sedangkan pada konsentrasi lebih rendah untuk sistem koloid Te dan SnCl2, tembaga ferrosianida dan sulfide-sulfida logam berat tidak demikian halnya. Kelarutan zat tersuspensi seharusnya kecil. Suatu gelatin pelindung koloid biasanya digunakan untuk membentuk suatu disperse koloid yang seragam dan stabil (Khopkar, 1990).
Turbiditas yang diakibatkan suatu suspensi adalah :
S = log =
Di mana S = turbidans, Po = intensitas cahaya yang datang, λ = panjang gelombang, P = intensitas cahaya yang dilewatkan, c = konsentrasi, b = ketebalan lapisan sampel, d = diameter rata-rata partikel dan δ, K adalah tetapan. Persamaan-persamaan ini berlaku untuk larutan encer. Untuk radiasi monokromatis α, K, d, λ adalah tetapan sehingga persamaan diatas dapat diringkus menjadi :
S ∞ bc atau S = Kbc
Persamaan ini sepadan dengan hukum Beer (Khopkar, 1990).
Aplikasi teknik turbidimeter cukup luas, misalkan dalam studi pencemaran air, jumlah sulfat dalam air dapat diukur dengan turbidimeter. Penentuan sulfat dalam air laut, dapat dilakukan dengan mengubah sulfat menjadi suatu partikel yang tersuspensi dalam air laut tersebut, sehingga memungkinkan dilakukannya analisa secara turbidimetri (Khopkar,1990).

Alat dan Bahan
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah labu ukur 50 mL, labu ukur 100 mL, pipet volume 0,5 mL, pipet volume 1 mL, pipet volume 2 mL, pipet volume 5 mL, pipet volume 10 mL, pipet skala 1 mL, gelas kimia 50 mL, gelas kimia 250 mL, batang pengaduk, bulb, sendok tanduk, labu semprot, turbidimeter.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sampel minuman Vitazone, KCl, dan AgNO3.




Bagan Kerja
Pembuatan larutan induk 1000 ppm


KCl Ditimbang teliti sebanyak 0,2099 gram
Dilarutan dalam akuades dan dimasukkan dalam labu ukur 100 mL
Diencerkan hingga tanda batas
Dikocok


Pembuatan larutan standar 100 ppm

KCl 1000 ppm
Dipipet sebanyak 10 mL ke dalam labu ukur 100 mL
Diencerkan dengan akuades hingga tanda batas
Dikocok (dihomogenkan)
KCl 100 ppm



Pembuatan deret larutan standar 20 ppm, 40 ppm, dan 60 ppm.


Larutan KCl 100 ppm dipipet ke dalam sejumlah labu ukur 50 mL masing-masing 10 mL, 20 mL, dan 30 mL.
Masing-masing ditambahkan 0,1 gram AgNO3.
Diencerkan hingga tanda batas dan dikocok.
Larutan dibiarkan beberapa saat.
Diukur skala turbiditasnya menggunakan turbidimeter.


Penentuan kadar Cl- dalam Vitazone.


Larutan vitazone dipipet ke dalam 2 labu ukur 50 mL, masing-masing 10 mL dan 20 mL.
Ditambahkan 0,1 gram AgNO3.
Diencerkan dengan akuades hingga tanda batas.
Dikocok (dihomogenkan)
Diukur skala turbiditasnya menggunakan turbidimeter.


Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil pengukuran larutan standar
No. Konsentrasi (ppm) Skala turbiditas
1. 20 26
2. 40 49
3. 60 59


Tabel 2. Hasil pengukuran larutan sampel
No. Volume (mL) Skala turbiditas
1. 10 37
2. 20 49


Reaksi
KCl + AgNO3  AgCl↓ + KNO3



Grafik


Perhitungan
Pembuatan larutan induk KCl
Bobot gelas kimia + KCl : 31,0398 g
Bobot gelas kimia kosong : 30,8073 g
Bobot KCl : 0,2325 g


"ppm = " "Ar Cl" /" Mr KCl " " × " "mg" /"L"

" = " "35,5 g/mol " /" 74,56 g/mol " " × " " 232,5 mg " /"0,1 L"

" = " " 8253,75 mg " /" 7,456 L " " = 1106,99 ppm"

≈ 1107 ppm





Pembuatan larutan standar 100 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 1107 ppm = 100 mL x 100 ppm
V1 = 9,033 mL

Pembuatan deret larutan standar 20 ppm, 40 ppm, dan 60 ppm
20 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 100 ppm = 50 mL x 20 ppm
V1 = 10 mL
40 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 100 ppm = 50 mL x 40 ppm
V1 = 20 mL
60 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 100 ppm = 50 mL x 60 ppm
V1 = 30 mL







Penentuan kadar Cl dalam sampel minuman Vitazone.
Persamaan garis lurus: y = 0,825x + 11,667
Sampel I (10 mL Vitazone)
y = 0,825x + 11,667
37 = 0,825x + 11,667
x = 30,7067 ppm
Konsentrasi Cl dalam vitazone = 5 x 30,7067 ppm
= 153,5335 ppm

Sampel II (20 mL Vitazone)
y = 0,825x + 11,667
49 = 0,825x + 11,667
x = 45,2521 ppm
Konsentrasi Cl dalam Vitazone = 2,5 x 45,2521 ppm
= 113,1303 ppm

Konsentarsi Cl yang tercantum dalam kemasan Vitazone adalah 17 meq/L atau 603,5 ppm.






DAFTAR PUSTAKA

Basset, J., Denney, R. C., Jeffery, G. H. Dan Medham, J., 1994, Kimia Analisis Kualitatif Anorganik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Khopkar, S. M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press, Jakarta.

Label:

Benteng Keraton Wolio Kota Bau-Bau Sultra, Terluas di Dunia, Menanti Pengakuan Dunia






Harapan baru yang telah lama terpendam. Itulah keberadaan benteng Keraton Wolio Buton yang hingga kini tetap berdiri kokoh dan megah diatas puncak kelurahan Melai. Luasnya yang tak kurang dari 22 hektar lebih melahirkan catatan emas bagi MURI yang mengakui jika Benteng ini dipastikan sebagai benteng terluas di Nusantara.

Namun, MURI juga masih memberikan harapan untuk meraih predikat ‘Internasional’ sebab benteng Keraton Buton diprediksi bakal menambah deretan ‘keajaiban dunia’ yakni sebagai benteng terluas di dunia yang penobatannya kini telah dinantikan masyarakat Buton.

Ada satu hal menarik yang patut diketahui penduduk di Nusantara terhadap keberadaan benteng Keraton Buton. Yakni sebuah benteng yang tidak hanya berdiri dan diam membisu. Namun, di dalam kawasan benteng keraton terdapat aktivitas masyarakat yang tetap melakukan berbagai macam ritual layaknya yang terjadi pada masa kesultanan berabad abad lalu.

Di dalam kawasan benteng terdapat pemukiman penduduk yang merupakan pewaris keturunan dari para keluarga bangsawan Keraton Buton masa lalu. Di tempat ini juga terdapat situs peninggalan sejarah masa lalu yang masih tetap terpelihara dengan baik. Di tengah benteng terdapat sebuah mesjid tua dan tiang bendera yang usianya seumur mesjid. Yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Buton III La sangaji Sultan Kaimuddin atau dikenal dengan julukan ‘Sangia Makengkuna’ yang memegang tahta antara tahun 1591 – 1597.

Benteng ini memiliki panjang 2.740 meter yang mengelilingi perkampungan adat asli Buton dengan rumah-rumah tua yang tetap terpelihara hingga saat ini. Masyarakat yang bermukim di kawasan benteng ini juga masih menerapkan budaya asli yang dikemas dalam beragam tampilan seni budaya yang kerap ditampilkan pada upacara upacara adat.

Warisan lainnya adalah sekitar 100 jenis kain tenunan khas Buton yang tercipta dari tangan-tangan terampil masyarakat buton. Selain itu terdapat Keragaman bahasa yang dimiliki masyarakat di wilayah Buton hingga mencapai ratusan jenis bahasa dengan dialek tersendiri yang tersebar di 72 wilayah (kadie). Namun, tetap komit menjadikan Bahasa Wolio sebagai bahasa yang dapat mempersatukan keragam itu. Damai dan penuh persaudaraan mewarnai kehidupan masyarakat. Hingga negeri ini selalu damai dan tenteram tak pernah terjadi perselisihan yang membawa perpecahan.

Nuansa Islami ditunjukkan oleh bentuk pemerintahan kesultanan dengan bahasa resmi yakni bahasa Wolio yang tertulis dengan aksara Wolio yang menggunakan huruf Hijahiyah Arab. Sebuah warisan leluhur yang tak terbantahkan. Namun sayang, keberadaan benteng Keraton serta berbagai keragam dan kekayaan budayanya seolah terlupakan oleh pandangan sejarah Nasional. Keunikan yang dimilikinya nyaris tak pernah mendapat pengakuan di mata dunia.

Sebagai wadah yang menghimpun keajaiban dunia di Nusantara, MURI harus segera melakukan upaya demi meraih pengakuan dunia untuk sebuah benteng terluas beserta seabrek keunikannya yang kini berada di tengah-tengah wilayah eks kesultanan Buton yakni di Kota Bau-Bau Sulawesi Tenggara.

Letaknya yang strategis berada pada dataran tinggi menandakan bahwa para pendiri negeri ini dahulu kala memiliki peradaban. Konstruksi benteng yang sulit dipecahkan oleh kecanggihan teknologi juga patut menjadi bahan renungan bahwa kreativitas para leluhur Buton di masa lalu tak bisa dianggap remeh.

Telah banyak upaya yang dilakukan pemerintah daerah demi perjuangan untuk memperkenalkan keunikan budaya Buton dengan segala bentuk peninggalan sejarahnya. Diantaranya kegiatan Simposium Internasional pernaskahan Nusantara yang diselenggarakan pada Bulan Agustus 2005. Kegiatan ini diikuti oleh utusan dari para pakar budaya dari dalam dan luar negeri diantaranya Singapura, Malaysia, Jepang, China, Jerman, Belanda, Rusia dan beberapa negara lain di dunia. Upaya ini tak terlepas dari keseriusan pemerintah Kota Bau-bau di bawah kendali Walikota I Baubau Drs. MZ Amirul Tamim, M.Si dengan visi misinya menjadikan daerah ini sebagai Pintu gerbang ekonomi dan pariwisata dengan berlandaskan pada agama dan budaya lokal. (dikutip dari http://www.baubau.go.id/)

Label: